Merebaknya idelogi Islam transnasional ke negara-negara Islam atau yang mayoritas penduduknya muslim membuat tatanan dunia muslim semakin kacau dan morat marit, baik dari segi ekonomi, politik, budaya, bahkan ilmu pengetahuan. Islam ideologis merangsek ke dalam jantung umat Islam yang selama ini sudah mapan dalam tatanan suatu negara. Sontak, Islam ideologis membuat kaget semua spketrum yang ada dalam lingkaran kenegaraan, tanpa terkecuali Bassam Tibi, seorang ilmuan dan cendekiawan dalam ranah sosiologi dan politik.
Pola perkembangan Islam Ideologis membuat umat muslim tentunya meningkat cukup signifikan dan bermunculan istilah agak modern dalam bahasanya. Misalnya Tradisional-Konservatif, Radikal-Puritan, Reformis-Modernis, Revivalis-Fundamentalis, Sekuler-Liberal dan sebagainya yang mana kesemuanya itu memiliki word view yang berbeda dalam memahami teks sebagai landasan dan rujukan untuk bertindak. Suatu hal yang menarik adalah apakah bahasa modern itu merupakan suatu pemahaman baru dari nama-nama madzhab sebelumnya atau ini sebagai pengembangan dari madzhab sebelumnya. Ini menarik kita kuliti.
Melihat Sketsa Bassam Tibi
Bassam Tibi lahir pada tanggal 4 April 1944 di Damaskus dari keluarga Banu al-Tibi salah satu bangsawan di sana. Tibi menerima pendidikan pertamanya di Damaskus melalui madrasah yang bergaya Islam dan kemudian melanjutkan SMA-nya di Paris pada tahun 1962. Pendidikan tingginya Tibi diselesaikan di Jerman pada bidang filsafat dan sejarah di Universitas Frankfurt pada tahun 1965-1971 di bawah pengaruh guru akademik Max Horkheimer dan Theodor Adorno.
Bassam Tibi pernah menjabat sebagai profesor Hubungan Internasional di Universitas Gettingen, Jerman pada tahun 1973 sampai pensiun pada Oktober 2009. Setelah sebelumnya pada tahun 1982-2000 ia berafiliasi dengan Universitas Harvad dalam berbagai kapasitas dengan dana DFG dan Volksagen dan hibah dari yayasan Bosh. Tahun 2004/2005 ketika Tibi cuti dari Goettingen dan Cornel, ia kembali sebagai Visiting Scholar Universitas Harvad dan Tibi menjadi seniro research Fellow di Asia. Tidak hanya itu pada tahun 2008 Tibi diangkat di Yale University sebagai Senior Rekan peneliti.
Sebagai Professor Hubungan Internasional dan peneliti senior tentu Tibi menorehkan banyak karya yang berupa kajian research. Karya-karya itu antara lain: Arab nationalism Between Islam and the Nation-State, The Crisis of Modern Islam, A Prendustrial Culture in the Scientifiv Thecnological Age, Islam Between Cultuere dan Politics, Islamsm and Islam dan lain sebagainya.
Fundamentalisme Versi Bassam Tibi
Bassam Tibbi menandaskan bahwa idelologi yang digaungkan oleh kaum fundamentalis bukan turun dari langit atau merupakan suatu agama baru dalam konstalasi agama baru di dunia, atau ajaran semitisme modern. Bagi Tibi ada dua fator penting yang membuat paham fundamentalisme muncul kepermukaan, pertama, kekalahan teluk Arab dalam perang 1976 yang mendedahkan krisis mendalam terkait demokrasi, kedua akhir dari perang dingin yang membuat negara-negera disemenajung Arab kalah tidak bisa berbuat apa-apa (Bassam Tibi, 2016:267).
Ideologi ini muncul akibat dari kekecawaan pada panggung pentas politik bukan murni karena ajaran agama Islam. Atau dalam bahasa Tibi islamisme atau fundamentalisme bukan berbicara masalah keimanan, melainkan berbicara masalah politik yang dibalut dengan agama. Lebih tepatnya gagasan tentang “politik yang diagamasasikan”. Hal ini menjadi penting supaya kita tidak terjebak dengan formula islamisme yang ditwarakan kaum fundamentalis.
Ideologi ini muncul akibat dari kekecawaan pada panggung pentas politik bukan murni karena ajaran agama Islam
Adalah sama halnya ketika dijelaskan oleh Haideh Moghissi bahwa fundamentalisme merupakan sebuah penyiapan terhadap masa, atau tawaran baru untuk kembali ke masa ke emasaan Islam yang bertentangan dengan masa saat ini, dan dapat dihidupkan kembali baik merujuk pada teks al-Quran dan Sunnah untuk menarik minat massa dalam putaran arus yang mereka buat (Haideh Moghissi, 2005:94). Dengan begitu bisa dikatakan bahwa gagasan islamisme bukanlah sebagaimana yang sering dikoar-koarkan sebagai bentuk dari kebangkitan Islam, melainkan mereka merekonstruksi Islam yang tidak sesuai dengan warisan sejarahnya.
Berpijak dari gagasan Bassam Tibi dapat dilihat bahwa ajaran-ajaran fundamentalisme Islam atau islamisme lebih merupakan suatu jelmaan dari kumpulan teori-teori politik ketimbang teologi dan praktek sosial keagamaan. Dengan begitu, tidak heran mengapa banyak kalangan sepakat bahwa fundamentalisme Islam dapat menjelma menjadi sebuah fenomena yang mengancam tatanan dunia. Tidak hanya itu saja, kelompok fundamentalisme bagi Tibi menjadikan Islam sebagai ideologi politik mereka.
Bassam Tibi juga menandaskan bahwa fundamentalisme memiliki beberapa karakter salah satunya fundamentalisme agama memilki agenda politisasi agama yang sangat agresif dan dilakukan demi mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam hal ini agama Islam ditarik masuk ke dalam wilayah politik dengan cara memformulasikan legalitas Islam (syari’at Islam), merealisasikannya, serta membangun sistem yang islami, kemudian mempertahankan dengan sedemikian rupa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Fundamentalisme Islam, lanjutkannya tidak diidentikan sebagai konservatif, terbelakang dan menentang peradaban modern.
Bagi Tibi yang perlu kita pahami bersama, Islam sebagai ideologi politik sebenarnya merupakan sesuatu yang baru dalam Islam. baginya, tidak ada dasar hukum dalam al-Quran atapun Sunnah yang dengan tegas memerintahkan politisasi Islam yang dikembangkan oleh gerakan fundamentalis. Bassam Tibi menambahkan bahwa perkataan hukumah (pemerinatahan) dan daulah (negara) tidak ada dalam al-Quran dan Sunnah. Dengan demikian ini merupakan tafsiran baru terhadap Islam, atau bisa dikatakan gejala baru yang ditemukan di zaman modern.
Dari pemaparan yang diilustrasikan oleh Bassam Tibi, ternyata fundamentalisme Islam adalah gerakan politk yang dibungkus dalam wacana keagamaan. Wacana tersebut tenyata menjadi problem dalam kancah dunia baik dari kalangan non-Islam ataupun Islam itu sendiri, seperti terlihat dari munculnya banyak pro dan kontra terhadap gejala ini.